Dalil adanya shalat sunnah
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwasanya ada seorang Arab gunung yang rambutnya acak-acakan datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, shalat apa yang difardlukan oleh Allah kepadaku ?”. Jawab Rasulullah SAW, “Shalat lima waktu, kecuali kalau engkau mau shalat sunnah”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 225]
Keterangan : Selain shalat yang lima waktu [Shubuh, Dhuhur, 'Ashar, Maghrib dan 'Isyak], adalah shalat sunnah/tathawwu'.
Sebaiknya dikerjakan di rumah
Nabi SAW bersabda : Shalatlah wahai manusia di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baik shalat itu ialah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat fardlu. [HSR. Bukhari juz 1, hal. 178]
Boleh dikerjakan dengan berdiri, duduk maupun berbaring :
Dari 'Imron bin Hushain, Nabi SAW bersabda :
Jika (orang) shalat dengan berdiri, itu adalah yang paling baik/sempurna dan barangsiapa yang shalat dengan duduk, maka baginya setengah dari pahala yang berdiri, dan barangsiapa shalat dengan tiduran maka baginya setengah dari pahala yang duduk". [HSR. Bukhari juz 2, hal. 40]
Keterangan :
Shalat-shalat yang dimaksud dalam hadits ini adalah Shalat Sunnah, bukan shalat wajib,karena shalat wajib tidak boleh dikerjakan dengan duduk atau berbaring/tiduran kecuali ada sebab/’udzur yang dibenarkan oleh agama.
Sabda Nabi SAW : Shalatlah dengan berdiri, jika tidak dapat maka shalatlah dengan duduk dan kalau tidak dapat, maka shalatlah dengan berbaring. [HR. Bukhari juz 2, hal. 41]
Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW A. Shalat sunnah rawatib yang muakkadah
Shalat sunnah rowatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum (qobliyah) atau sesudah (ba'diyah) shalat lima waktu. Sedang yang dimaksud Muakkadah ialah yang sangat ditekankan atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Shalat-shalat tersebut adalah :
1. Dua atau empat raka’at sebelum shalat Dhuhur
2. Dua raka’at sesudah shalat Dhuhur
3. Dua raka’at sesudah shalat Maghrib
4. Dua raka’at sesudah shalat 'Isya
5. Dua raka’at sebelum shalat Shubuh.
Dalil-dalil Pelaksanaannya :
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Saya hafal (ingat dengan betul) dari Nabi SAW sepuluh raka’at shalat sunnah; dua raka’at sebelum shalat Dhuhur dan dua raka’at sesudahnya, dan dua raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau dan dua raka’at sesudah 'Isya di rumah pula dan juga dua raka’at sebelum shalat Shubuh’”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]
Dari 'Aisyah RA bahwa Nabi SAW tidak meninggalkan empat raka’at sebelum shalat Dhuhur dan dua raka’at sebelum Shubuh. [HSR. Bukhari juz2, hal. 54]
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Tidak ada Nabi SAW memperhatikan shalatshalat Sunnah lebih dari pada dua raka’at Fajar”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 52]
Dari Hafshah, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila terbit Fajar, beliau tidak shalat melainkan dua raka’at yang ringan”. [HR Muslim juz 1, hal. 500]
Keutamaan shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah fajar
Dari Ummu Habibah istri Nabi SAW, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiada orang Muslim yang setiap hari shalat Sunnah dua belas raka’at karena Allah, melainkan Allah akan membuatkan baginya rumah di surga atau dibuatkan rumah baginya di surga”. [HR. Muslim juz 1, hal. 503]
Dari Aisyah RA dari Nabi SAW beliau bersabda, “Dua raka’at Fajar itu lebih baik dari pada dunia seisinya”. [HR. Muslim juz 1, hal. 501]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits dan riwayat-riwayat lain yang semakna.
B. Shalat sunnah rawatib yang tidak muakkadah
1. Dua raka’at sebelum shalat Maghrib :
Dari Abdullah (bin Mughoffal) Al Muzaniy, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Shalatlah Qabliyah Maghrib”. Dan beliau bersabda yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau”. Karena beliau tidak suka orang menjadikannya suatu keharusan. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]
Anas bin Malik berkata :
Dahulu di zaman Nabi SAW, kami shalat dua raka’at setelah matahari tenggelam sebelum shalat Maghrib”. Lalu aku (Mukhtar bin Fulful) bertanya kepadanya, “Apakah Rasulullah SAW melakukan shalat itu ?”. (Anas) menjawab, “Beliau melihat kami melakukan shalat itu, dan beliau tidak menyuruh kami dan tidak pula melarang". [HR. Muslim juz 1, hal. 573]
2. Dua raka’at sesudah (Ba'diyah) Dhuhur :
Dari ‘Anbasah bin Abu Sufyan, ia berkata, aku mendengar saudara perempuanku Ummu Habibah istri Nabi SAW, berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa tetap mengerjakan empat raka’at sebelum Dhuhur dan empat raka’at sesudah Dhuhur, niscaya Allah mengharamkan dia masuk neraka”. [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 269]
Keterangan :
Shalat sunnah sesudah Dhuhur (Ba'diyah Dhuhur) itu empat raka’at, dua raka’at Muakkadah dan dua raka’at yang lain tidak Muakkadah.
3. Shalat sunnah sebelum ‘Ashar
Dari ‘Ali AS, bahwasanya dahulu Nabi SAW shalat dua raka’at sebelum shalat ‘Ashar. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 23, no. 1272]
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati orang yang mengerjakan shalat sunnah empat raka’at sebelum ‘Ashar”. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan Ibnu Khuzaimah, dan ia menshahihkannya, dalam Bulughul Maram no. 382]
Keterangan :
Hadits tentang shalat sunnah qabliyah ‘Ashar empat raka’at ini ada ulama yang menganggap hasan atau mengesahkannya. Namun ada pula yang melemahkannya. Bahkan Ibnu Taimiyah menolaknya dengan keras dan menganggap hadits itu maudlu’, walloohu a’lam. [Zaadul Ma’aad juz 1, hal. 311]
4. Shalat sunnah sesudah ‘Ashar :
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Demi Allah, beliau tidak pernah meninggalkan shalat 2 raka’at sehingga beliau bertemu dengan Allah dan beliau tidak bertemu dengan Allah Ta’ala sehingga beliau terasa berat melakukan shalat. Dan beliau sering melakukan shalatnya dengan duduk, yakni shalat 2 raka’at sesudah ‘Ashar, dan Nabi SAW biasa mengerjakan shalat 2 raka’at sesudah ‘Ashar itu tidak di dalam masjid, karena takut akan memberatkan ummatnya dan beliau senang terhadap sesuatu yang membuat ringan bagi ummatnya”. [HR. Bukhari 1 : 146]
Dari Ummu Salamah RA, ia berkata : Nabi SAW pernah shalat dua raka’at sesudah ‘Ashar, lalu beliau bersabda, “Orang-orang dari suku ‘Abdul Qais telah menyibukkan aku dari shalat dua raka’at sesudah Dhuhur”. [HR. Bukhari 1 : 146]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW melarang shalat ba’da ‘Ashar sehingga terbenam matahari, dan melarang shalat ba’da Shubuh sehingga terbit matahari. [HR. Muslim 1 : 566, Bukhari 1 : 146]
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Disisiku Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan (shalat) dua raka’at sesudah ‘Ashar”. [HR. Muslim 1 : 572, Bukhari 1 : 146]
Keterangan :
1. Ibnu ‘Abbas, ‘Abdur Rahman bin Azhar dan Miswar bin Makhromah pernah menyuruh Kuraib (bekas budak Ibnu ‘Abbas) untuk datang kepada ‘Aisyah menanyakan tentang dua raka’at sesudah shalat ‘Ashar, karena mereka itu pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW melarang untuk melakukannya. Setelah Kuraib datang kepada ‘Aisyah, kemudian ‘Aisyah mengarahkan supaya ia menanyakan kepada Ummu Salamah.
Ummu Salamah menjawab, “Aku pernah mendengar Nabi SAW melarangnya, kemudian aku melihat beliau mengerjakannya. Kemudian aku menyuruh seorang jariyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi SAW”. Kemudian jawab Nabi SAW, “Tadi beberapa orang kaum ‘Abdul Qais datang kepadaku membicarakan tentang kaumnya yang masuk Islam, sehingga mereka menyibukkanku dari mengerjakan dua raka’at sesudah Dhuhur. Dan (dua raka’at) yang saya lakukan sesudah ‘Ashar ini adalah (gantinya) dua raka’at sesudah Dhuhur itu. [Ringkasan hadits riwayat Muslim 1 : 571]
2. ‘Aisyah berkata, “Disisiku Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan dua raka’at sesudah ‘Ashar”. [HR. Muslim juz 1, hal. 572, Bukhari juz 1, hal. 146]
Kesimpulan :
a. Nabi SAW pernah melarang shalat sesudah shalat ‘Ashar.
b. Nabi SAW mengerjakan dua raka’at sesudah ‘Ashar pada mulanya sebagai ganti dua raka’at sesudah Dhuhur yang tidak sempat beliau kerjakan, kemudian shalat dua raka’at sesudah ‘Ashar tersebut menjadi kebiasaan beliau yang tidak pernah beliau tinggalkan.
Bersambung ……..
Sumber : Brosur Ahad Pagi 26 Septenber 2010 Majelis Tafsir Al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar