orang-orang bodoh saja yang mengatakan Islam diidentikkan dengan terorisme.
Begitulah yang disampaikan oleh Al-Ustadz Drs.Ahmad Sukina dalam pengajian Ahad Pagi, Minggu (27/09) di gedung MTA jl. Ronggo Warsito no.111 A Solo. Salah satu peserta pengajian Ahad Pagi yang merupakan warga Indonesia namun tinggal di Jepang, mengisahkan dalam program “Silaturrahim” di radio MTA FM (sebelum pengajian ahad pagi dimulai-red) pernah diawasi oleh kepolisian Jepang karena dikira sebagai teroris. Inilah yang membuat beliau menyuarakan ini, bahwa Islam itu jauh dari terorisme, setelah berbagai media baik elektronik maupun cetak mengekspos berita yang mengaitkan Islam dengan terorisme.
Allah itu lemah lembut, cinta pada kelemahlembutan. Allah akan memberikan kebaikan kepada orang yang bersikap lemah lembut, dan kebaikan itu tidak akan Dia berikan kepada orang yang melakukan kekerasan. Dalam menyebarkan dakwah, Islam tidak pernah memaksa kepada siapapun untuk menganut agama Islam. “Permudahkanlah mereka. Jangan dipersulit. Gembirakanlah mereka. Jangan dibikin lari. Jangan buat orang lari dengan Islam karena takut, seolah-olah Islam itu kekerasan, Islam itu teroris.” Seru Al-Ustadz dalam kajian tersebut.
Banyak orang mengkategorikan Islam sebagai Islam radikalis, Islam fundamentalis, Islam garis keras dan sebutan Islam lainnya. Padahal sebutan tersebut sebetulnya tidak ada. Hanya orang-orang yang anti Islam saja yang mengatakan Islam dengan sebutan seperti itu. Namun terkadang, banyak dari orang Islam sendiri justru terhasut oleh sebutan-sebutan yang tidak berdasar itu.
Islam itu sejatinya hanya satu. Tidak ada garis keras ataupun lunak. Islam adalah Islam, dimana Islam tidak mengenal kekerasan, melainkan ketegasan. Perlu dicatat, kekerasan dengan ketegasan itu berbeda. Ketegasan Islam bisa dilihat dalam QS Al Fath 29, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”
Kata ‘keras’ dalam ayat ini bukan berarti jika bertemu dengan orang-orang kafir, orang Islam lantas menyerang mereka, melakukan kekerasan dan menganiaya mereka. Kata ‘keras’ disini diartikan sebagai bentuk ketegasan Islam terhadap sifat-sifat kekafiran. Islam tidak mau kompromi dengan sifat-sifat kekafiran, meskipun dibujuk untuk bersatu dengan mereka, untuk mengimani keyakinan mereka.
Meskipun keras terhadap sifat-sifat kekafiran, orang Islam akan selalu menebarkan kasih sayang, walau berbeda agama. Sebagaimana yang tertuang dalam QS Al Kaafiruun 1-6, “Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Bentuk ketegasan Islam juga dijelaskan dalam QS Attaubah 23, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Ironisnya, kebanyakan orang Islam justru tidak mempunyai ketegasan seperti itu dengan kedok ‘kebijaksanaan’. Jika kedok ‘kebijaksanaan’ menjadi alasan utama, akhirnya justru menjadikan Islam tidak lagi tegas, setegas ajarannya. Jika Islam tidak mempunyai ketegasan lagi, ini bukan berarti agama Islam yang tidak tegas, melainkan karena manusianya.
Ketegasan disini tidak berarti memaksakan orang untuk masuk Islam. Tidak ada paksaan untuk menjadikan orang Islam. Tugas para da’i, ulama ataupun mubaligh hanyalah menyampaikan kebenaran. “Mereka (para da’i-red) tidak berhak memaksa. Diterima ya syukur, tidak tditerima ya terserah.” Seru Al-Ustadz dalam pengajian Ahad Pagi yang selalu dihadiri oleh lebih dari 6000 jamaah dan juga didengarkan lewat radio MTA FM dan live streaming di www.mtafm.com ini.
Terkait hal ini, Allah berfirman dalam QS Al Kahfi 29, “Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.” Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
Terorisme, Bertolak Belakang dengan Islam
“Terorisme itu bisa dilakukan oleh siapa saja entah orang yang mengaku beragama Islam, mengaku beragama selain Islam, rakyat biasa, aparat polisi dan sebagainya. Dunia ini mengatakan Islam itu terorisme, dalangnya ya Amerika dan Israel. Membuat opini seolah-olah Islam itu terorisme. Padahal, naudzubillah, sama sekali Islam itu bersih dengan terorisme.” Seru beliau.
Sepanjang sejarah, Rasulullah saw tidak pernah melakukan itu. Jika duhulunya, Rasulullah saw mengirim pasukan ke suatu daerah untuk memerangi, itu bukan merupakan terorisme. Pada waktu itu adalah situasi perang, dimana kaum muslimin menuntut haknya, karena diusir dari kampungnya. Setelah umat Islam kuat, lalu mereka datang kepada orang-orang yang mengusir dulu, meminta pertanggunganjwab. Jika tetap mengusir, menghalangi dakwah Islam, maka kaum muslimin akan melawan. Inilah ketegasan dari Islam.
“Dakwah Islam jangan dihalangi. Maka, dakwah itu dengan lemah lembut, dengan baik, tidak ada paksaan. Dakwah dengan lemah lembut, bukan berarti orang Islam itu bermental penakut.” Seru beliau.
Dakwah dengan lemah lembut dimaksudkan agar orang menerima Islam dengan hati yang sadar, bukan karena paksaan oleh pihak manapun atau takut kepada siapapun, melainkan karena takut kepada Allah SWT semata. Namun jika dakwah dengan lemah lembut justru dinilai penakut, lalu dengan mudahnya Islam diinjak-injak, jangan dikira umat Islam itu penakut. Karena sejatinya orang Islam itu, dirinya dan hartanya sudah dibeli oleh Allah sebagaimana dalam QS At Taubah 111, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
Dimana kekerasan Islam?
Suatu ketika, Rasulullah saw lewat di suatu tempat. Beliau diludahi oleh orang yang tidak suka kepadanya. Suatu ketika, orang yang meludahi tersebut tidak meludahi lagi. Rasulullah saw lantas bertanya kepada para sahabatnya, ternyata orang yang sering meludahi tersebut sakit. Lalu Rasulullah saw menjenguk orang tersebut. Dari kisah ini nampak jelas, bahwa Islam tidak mengenal kekerasan, sekalipun disakiti. Inilah hebatnya Islam.
Dalam suatu riwayat juga dikisahkan, Shalahuddin Al Ayyubi, panglima perang Islam dalam perang Salib, mendengar berita bahwa panglima perang kafir yang terkenal bengis, terkena panah beracun. Shalahuddin adalah orang yang bisa mengobati sang raja berhati singa tersebut. Akhirnya, Shalahuddin mengumumkan kepada pasukannya untuk gencatan senjata, menghentikan perang karena panglima kafir telah terkena panah beracun. Lalu Shalahuddin menyamar menjadi tabib, matanya ditutup satu kemudian masuk ke istana dan berkata kepada penjaga istana, “Saya dengar berita, katanya raja sedang sakit. Apakah boleh saya mengobatinya?”
Pengawal tidak tahu jika tabib yang menyamar tersebut adalah panglima perang Islam. Shalahuddin akhirnya diperbolehkan masuk untuk mengobati sang raja. Singkatnya, sang raja kemudian sembuh. Karena sang raja merasa senang, sudah disembuhkan dari panah beracun itu, sang raja kemudian menyuruh ajudannya untuk memanggil si tabib yang tadi mengobatinya, untuk diberikan hadiah. Ternyata Shalahuddin tidak mau menerima hadiah. “Saya sudah senang sang raja bisa sembuh kembali.” Ujarnya kepada ajudan sang raja.
Lalu sang ajudan memberitahukan hal ini kepada sang raja. Sang raja penasaran. Dipanggilnya tabib yang telah menyembuhkannya itu untuk menghadap sang raja. Raja berkata, “Saya berterima kasih karena saya sudah kamu obati hingga sembuh. Tapi kenapa kamu tidak menerima imbalan saya? Siapa sebetulnya kamu? Tabib dari mana kamu?”
Shalahuddin membuka matanya yang satu sembari berkata, “Saya adalah Shalahuddin Al Ayyubi, panglima perang Islam dalam perang salib. Kamu sakit, sekarang kamu sudah sembuh. Kita ketemu lagi dalam medan perang.”
Inilah Islam. Jika dihubungkan dengan terorisme, apa semua ini ada hubungannya? Sudah jelas bahwa, bila dikaitkan dengan terorisme, Islam sangat bertolak belakang. Islam benci kepada kemungkaran, benci kepada kerusakan, akan tetapi Islam cinta kepada kedamaian. Dimana letak kekerasan dari Islam? Semoga ini bisa mengubah pandangan orang tentang Islam. Karena sejatinya, Islam bukan terorisme, dan terorisme itu bukan Islam.
Disampaikan oleh Al-Ustadz Drs.Ahmad Sukina, ketua umum Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Pusat Surakarta dalam pengajian Ahad Pagi dan telah ditulis oleh Naima Tazkaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar